Jam Kerja Seimbang, Waktu Kerja Sehat Antara Profesionalitas dan Keluarga

Jam Kerja Seimbang, Waktu Kerja Sehat Antara Profesionalitas dan Keluarga

Jam Kerja Seimbang, Waktu Kerja Sehat Antara Profesionalitas dan Keluarga - Setiap manusia butuh keseimbangan. Maka dari itu ada istilah di luar sana hang in balance, tetap seimbang, tetap ideal, tidak menjurus ke kiri atau kanan, ada kemampuan menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan dan sekaligus kehidupan keluarga. Tapi, jujurnya banyak dari kita yang akhirnya berada di daerah abu-abu. Area tidak jelas. Tidak tahu apakah hidup kita sudah seimbang?

Apakah kerja keras dan dedikasi untuk pekerjaan ini sudah benar-benar layak, menghasilkan imbalan nyata seperti gaji yang lebih tinggi yang bisa membuat keluarga bahagia? Dedikasi yang sama untuk kehidupan pribadi di mana keluarga kadang ingin kita bicarakan semuanya. Inginkan seorang yang menyuarakan dirinya, pada akhirnya membuat kita sempurna, paham tujuan kita di Bumi. Mengerti bahwa semua ini adalah untuk menjaga kewajiban pribadi, sambil tetap dipercaya, sebagai profesional yang bisa diandalkan orang lain.

Istilah keseimbangan dalam kehidupan kerja sejatinya bisa sedikit menyesatkan di awal, karena banyak dari kita menganggap keseimbangan yang tepat selalu 50/50. Sayangnya, banyak orang menemukan bahwa rasio antara pekerjaan dan kehidupan malah mendekati 70/30 atau bahkan 80/20. Justru ada pula pakar bisnis yang menyarankan keseimbangan 90/10 dalam kehidupan kerja, karena menurutnya. Bumi sudah sangat tua, manusia harus menyelamatkan bumi, dan memproduksi lebih banyak produk sumber terbarukan, produk ramah alam, untuk menggantikan produk yang merusak alam –untuk menyelamatkan dunia.

90/10 itu, bisa membunuh keluarga kita, di mana kita hidup hanya untuk kerja. Tapi di sisi lain ada hal benar, bahwa bumi telah rusak, orang yang bekerja disektor terbarukan, membuat produk ramah lingkungan, harus kerja berkali lipat, demi menyelamatkan bumi. Walau tepatnya menyelamatkan gaya hidup ingin serba gampang manusia, di mana keluarga para pekerja di sektor terbarukan, yang ramah lingkungan jadi korbannya. Sesuatu yang akhirnya tidak adil, dan tidak benar.

Jadi tetaplah berada di mantra “Bekerja untuk hidup, jangan hidup untuk bekerja.” Filosofi ini akan berarti juga mengurangi konsumsi berlebih, karena uang gaji yang kita punya hanya cukup untuk makan dan hiburan kecil. Kita tidak butuh liburan ke banyak tempat, merusak alam, menyampah di sana, atau berpergian dengan pesawat melepas residu bahan bakar ke atmosfer hanya sekedar ingin melihat Bali, Singapura, atau Hawaii? Jadi kita pada akhirnya tidak butuh dengan produk ramah lingkungan, karena produk tidak ramah lingkungan itu juga tidak kita butuhkan, itulah filosofi hidup pas-pasan, dengan rumah sederhana, dan makanan seadanya, sampai tua, dan mati berkalang tanah.

Terpenting adalah kebahagiaan bersama keluarga, seraya masih bisa menuntaskan tanggung jawab profesional kita dengan baik. Memang benar bahwa hanya ada berjam-jam dalam sehari di mana bagian terbesar dari jam-jam itu akan didedikasikan untuk bekerja, baik karena kebutuhan finansial tambahan, atau sekdar kenikmatan murni dari merasakan lingkungan kerja. Yang pada akhirnya dari bahagia bersama 30/70 sesekali bisa 55/45. 55 persen kerja, 45 persen keluarga itu sudah harga bersahabat untuk mencapai keseimbangan sesekali dari hidup seseorang.

Toh dalam menemukan keseimbangan kehidupan kerja yang ideal tidak selalu berarti mengurangi jumlah total jam yang dihabiskan di tempat kerja, tetapi menemukan cara yang lebih baik untuk bisa bermanfaat pada orang lain dengan apa yang kita pandai melakukannya, dibayar, dan pada akhirnya keluarga kita tetap merasakan kehadiran kita yang begitu nyata dan signifikan.